E-KTP (Estafet Kepemimpinan Tanpa Pemerkosaan)


Oleh : Sema Karunia


Kepemimpinan merupakan tema yang menarik untuk dibahas baik di lingkungan akademisi, pejabat, tapi juga dibicarakan oleh masyarakat pada umumnya. Karena pemimpin adalah sosok yang bernyali besar dan hebat dalam mengatur anggotanya. Tapi apakah kalian tidak menyadari bahwa, sesungguhnya kita semua dilahirkan sebagai seorang pemimpin. Seburuk-buruknya orang di pandangan masyarakat dia adalah pemimpin terbaik dalam menjalankan kehidupannya sendiri. Ia telah berani mengambil keputusan untuk perbuatan yang akan ia lakukan hari ini, menit ini, dan detik ini. Hanya saja, yang membedakan adalah apakah ia bertanggung jawab atas perbuatannya atau tidak.

Kepemimpinan sendiri lebih berhubungan dengan efektivitas. Menurut Bennis bahwa pemimpin do the right things, bukan seperti manajer yang do the things right.  Karena manajer merupakan pemimpin, sedangkan pemimpin tidak perlu menjadi manajer. Lalu apa hubungannya dengan estafet kepemimpinan ?

Dalam suatu organisasi atau kelompok kecil maupun besar diperlukan estafet kepemimpinan atau lebih mudahnya kaderisasi. Namun stigma kaderisasi saat ini dipandang memiliki citra buruk (negatif) dimana isinya berfokus pada “fisik”, “intimidasi mental”, “penerusan balas dendam”, dan sebagainya. Lalu apakah kita yang akan menjadi penerus estafet kepemimpinan akan menerapkan perlakuaan yang sama? Bukankah tujuan kita membentuk suatu manusia yang memiliki pemikiran lebih survive dalam menghadapi gejolak sistem tatanan kehidupan. Namun mengapa masih mempertahankan cara seperti itu, apa karena masih memiliki rasa, “dulu saya diperlakukan seperti itu!”

Sehingga mahasiswa-mahasiswa baru bukannya mengenal materi kuliah yang akan ia ambil tapi, ia lebih mengenal ospek apa yang akan terjadi. Dan bukannya mereka takut serta hormat terhadap dosen yang akan mereka hadapi semasa duduk di bangku perkuliahan, melainkan mereka lebih takut serta hormat terhadap senior. Sebagai generasi emas harusnya kita bisa lebih kritis dalam melihat tatanan yang terjadi secara turun-menurun. Kita berhak merombak perlakuan seperti ini karena kita adalah seorang pemimpin. Lalu pertanyaannya bagaimana menjadi seorang pemimpin yang berhasil?

Untuk menjadi pemimpin yang berhasil terdapat ciri-cirinya. Di Indonesia kita mengenal sebelas ciri pribadi yang diharapkan dimiliki oleh seorang pemimpin, yang dianut oleh TNI Angkatan Darat, yaitu :

  1. TakwaI, dimana kita harus dapat menahan diri dari perbuatan yang dilarang oleh Tuhan dan taat terhadap perintah-Nya.
  2. Ing Ngarsa Sung Tuladha, dapat memberikan tauladan kepada yang dipimpinnya.
  3. Ing Madya Mangun Karsa, saling membangun, memberi dorongan, semangat, bekerja sama, serta terjun langsung bersama anggota.
  4. Tut Wuri Handayani, dari belakang selalu memberi dorongan dan arahan kepada apa yang diinginkan anak buahnya.
  5. Waspada Purba Wisesa, selalu berhati-hati dalam segala kondisi, meneliti dan membuat perkiraan keadaan secara terus menerus.
  6. Ambeg Para Maarta, pandai menentukan nama yang menurut ruang, waktu, dan keadaan patut didahulukan.
  7. Prasaja, bersifat dan bersikap sederhana serta rendah hati dan correct.
  8. Satya, loyalitas timbal-balik dan bersikap hemat, tidak ceroboh serta memelihara kondisi materiil dengan kecermatan.
  9. Gemi nastiti, hermat dan cermat, sadar dan mampu membatasi penggunaan dan pengeluaran hanya untuk yang benar-benar diperlukan.
  10. Belaka, bersifat dan bersikap terbuka, jujur dan siap menerima segala kritik yang membangun, selalu mawas diri dan selalu siap mempertanggungjawabkan perbuatannya.
  11. Legawa, rela dan ikhlas untuk pada waktunya mengundurkan diri dari fungsi kepemimpinannya dan diganti dengan suatu generasi baru yang telah mewarisi kesepuluh ciri ini.
Tapi, pada kenyataannya sangat sulit menemukan para pemimpin yang memiliki ciri-ciri diatas. Mereka memberikan estafet kepemimpinan dengan berbagai banyak cara. Salah satunya dengan kandidat tunggal sehingga tidak memiliki pesaing didalamnya. Sehingga menimbulkan banyak spekulasi diantaranya apakah karena tidak memiliki minat? apakah karena itu sudah direncanakan? Atau spekulasi-spekulasi lainnya. Dan lebih parahnya sebagai tumbal?

Masih banyak mantan pemimpin yang memegang ekor pemimpin baru agar peraturan yang dibuat sesuai arahannya. Sehingga terciptalah suatu estafet kepemimpinan yang hasilnya masih keruh bukan jernih.

Ayolah jangan lakukan seperti itu. Buka mata, buka telinga, tepuk pipi kalian, benturkan otak kalian, remas hati kalian, gunakan tangan dan kaki kalian, rubahlah menjadi cita-cita awal tanpa suatu pemerkosaan didalamnya. Agar kembali muncul bibit pemimpin seperti sifat sebelas ciri pemimpin yang diharapkan dimiliki oleh seorang pemimpin. 

MERDEKA!!!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pentingnya Pramuka Di Era Modern

FUNGSI, PERAN, DAN MENGIDENTIFIKASI PERAN KEPEMIMPINAN DARI BERBAGAI DIMENSI

REVIEW FILM “DANCING IN THE RAIN”