Pendekatan Kepemimpinan
KPK kel.3
Oleh : Sema Karunia
Pendekatan Sifat
Pendekatan sifat pada
kepemimpinan artinya rupa dari keadaan pada suatu benda, tanda lahiriah, ciri
khas yang ada pada sesuatu untuk membedakan dari yang lain.
1.
Kecerdasan
Zaccaro
et al. (2004) menemukan dukungan atas temuan bahwa pemimpin cenderung memiliki
kecerdasan yang lebih tinggi, dibandingkan yang bukan pemimpin. Kemampuan
verbal yang kuat, kemampuan membuat persepsi, serta kemampuan analisis
tampaknya bisa membuat seseorang menjadi pemimpin yang lebih baik. Namun,
penelitian juga mengindikasikan bahwa kemampuan intelektual pemimpin seharusnya
tidak terlalu jauh berbeda dari pengikutnya. Bila IQ pemimpin berbeda dengan IQ
pengikut, hal itu bisa memberi dampak yang merugikan bagi pemimpin. Pemimpin
yang lebih tinggi bisa mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dengan pengikut
karena mereka asyik sendiri, atau karena ide mereka terlalu tinggi untuk
diterima pengikut. Contoh Steve Jobs yang pernah berkata, “Saya memiliki produk
yang luar biasa ini di dalam tubuh saya dan saya harus mengeluarkan itu.”
2.
Keyakinan Diri
Keyakinan
diri adalah kemampuan untuk merasa yakin dengan kemampuan dan keterampilan
seseorang, maksudnya kita yakin bisa membuat perbedaan. Dan di dalam
kepemimpinan mencakup aktivitas untuk mempengaruhi orang lain, dan keyakinan
diri memungkinkan pemimpin untuk merasa yakin bahwa upayanya untuk memengaruhi
orang lain itu tepat dan benar. Contoh, Steve Jobs yang merupakan CEO yang
memimpin perusahaan seperti yang dia inginkan. Dia percaya, dia tahu lebih
banyak tentang hal itu dibandingkan orang lain, dan dia mungkin memang tahu
lebih banyak.
3.
Ketekunan
Ketekunan
adalah hasrat untuk menyelesaikan pekerjaan dan mencakup karakteristik seperti
inisiatif, keuletan, dominasi, dan hasrat. Orang dengan ketekunan akan bersedia
untuk memaksa diri mereka, proaktif, dan memiliki kemampuan untuk bertahan saat
menghadapi hambatan. Orang yang tekun juga menunjukan dominasi ketika pengikut
perlu diarahkan. Contoh, Lance Armstrong telah menunjukan ketekunan dalam
sejumlah cara. Juara tour de france tujuh kali sebagai atlet sepeda dan juga
upayanya dalam memerangi penyakit kankernya.
4.
Integritas
Integritas
adalah karakter kejujuran dan keterandalan. Pemimpin dengan integritas
menginspirasi keyakinan diri dalam orang lain karena bisa dipercaya untuk
melakukan apa yang mereka katakan akan mereka lakukan. Mereka setia, dapat
diandalkan dan tidak berpura-pura. Contoh, posisi yang diambil presiden George
W.Bush terkait dengan senjata pemusnah masal yang diklaim dimiliki oleh Irak
dan pengajuan mosi tidak percaya selama kepemimpinan Clinton, orang-orang
menuntun lebih banyak kejujuran dari pejabat publik mereka.
5.
Kemampuan Bersosialisasi
Kemampuan
bersosialisasi adalah kecenderungan pemimpin untuk mencari hubungan sosial yang
menyenangkan. Pemimpin akan menunjukan sifat ramah, terbuka, sopan, peka
terhadap kebutuhan orang lain serta menunjukan kepedulian untuk kesejahteraan
mereka, memiliki keterampilan antarpribadi dan menciptakan hubungan yang
kooperatif dengan pengikut mereka, dan diplomatis. Contoh, Michael Hugs seorang
pemimpin universitas dimana ia lebih memilih untuk berjalan keseluruh rapat yang
harus ia hadiri karena hal itu membuat dia bisa menjelajahi kampusnya dimana
dia bisa menyapa siswa, staf, dan pemimpin fakultas.[1]
Pendekatan Gaya
Gaya artinya
sikap, gerakan, tingkah laku, sikap yang elok, gerak-gerik yang bagus,
kekuatan, kesanggupan untuk berbuat. Ki Hajar Dewantoro merumuskan gaya
kepemimpinan sebagai berikut:
1.
Ing ngarso sung tulodo: jika
pemimpin berada di depan, ia memberikan teladan.
2.
Ing madyo mangun karso: jika
pemimpin berada di tengah, ia membangkitkan tekad dan semangat.
3.
Tut wuri handayani: jika pemimpin
berada di belakang, ia sebagai pendorong dan penggerak.[2]
Tujuan utama dari
pendekatan gaya adalah untuk menjelaskan bagaimana pemimpin mengkombinasikan
dua jenis perilaku (perilaku tugas dan perilaku hubungan) ini untuk mempengaruhi
pengikut dalam upaya mereka mencapai tujuan.[3]
Pendekatan Situasional
Pendekatan
situasional digambarkan dalam model yang dikembangkan oleh Blanchard (1985) dan
Blanchard et al. (1985), yang disebut sebagai model kepemimpinan situasional II
(SLSII). Model ini adalah perluasan dan penyempurnaan dari
model kepemimpinan situasional awal yang dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard
(1969).[4]
1.
Gaya Kepemimpinan
Mencakup
dua yaitu perilaku perintah (membantu anggota kelompok mencapi tujuan dengan
memberi perintah, mencapai tujuan dan metode evaluasi, menetapkan tanggal
waktu, menetapkan peran, dan menunjukan cara mencapai tujuan) dan perilaku
pemberi dukungan (membantu anggota kelompok merasa nyaman tentang diri mereka,
rekan kerja mereka, serta situasi). Gaya kepemimpinan bisa dikelompokkan lebih
jauh kedalam empat kategori yang berbeda dari perilaku perintah dan perilaku
pemberi dukungan.
Gaya
pertama (S1) adalah gaya perintah tiinggi-pemberian dukungan rendah (gaya
memerintah). Pemimpin memfokuskan komunikasi pada pencapaian tujuan dan
menghabiskan jumlah waktu yang lebih sedikit dengan menggunakan perilaku
pemberian dukungan.
Gaya
kedua (S2) disebut sebagai pendekatan pelatihan dan gaya perintah tingkat
tinggi dan pemberian dukungan tinggi. Pemimpin memfokuskan komunikasi pada
pencapaian tujuan dan pemenuhan kebutuhan sosial-emosi pengikut. Gaya ini
meminta pemimpin untuk melibatkan dirinya dalam memberi dukungan dan meminta
masukan dari pengikut namun, tetap menuntut untuk membuat keputusan akhir tentang
apa dan bagaimana pencapaian tujuan.
Gaya
3 (S3) adalah pendekatan yang mendukung, dimana menuntut untuk pemberian
dukungan tinggi dan perintah rendah. Pemimpin tidak hanya berfokus pada tujuan,
tetapi menggunakan perilaku pemberi dukungan yang membuat karyawan menunjukkan
keterampilannya untuk melaksanakan tugas yang ditetapkan. Pemimpin ini cepat
untuk memberi pengakuan dan dukungan sosial kepada pengikut.
S4 disebut
sebagai gaya perintah dan gaya pemberi dukungan rendah, atau pendekatan
mendelegasikan. Pemimpin menawarkan lebih sedikit masukan tugas dan dukungan
sosial, meningkatkan motivasi dan keyakinan diri karyawan dalam kaitannya
dengan tugas. Seorang pemimpin yang menggunakan gaya S4 mengontrol pengikut dan
menahan diri untuk tidak ikut campur dengan memberi dukungan sosial yang tidak
perlu.
2.
Tingkat Perkembangan
Adalah
tingkatan dimana pengikut memiliki kompetensi dan komitmen yang penting untuk
mencapai tugas atau aktivitas tertentu (Blanchard et al., 1985). Dimana pada
tugas tertentu karyawan bisa dikelompokkan menjadi empat kategori.
Karyawan
D1 rendah dalam kompetensi dan tinggi dalam komitmen.
Karyawan
D2 digambarkan sebagai orang yang memiliki sejumlah kompetensi tetapi memiliki
komitmen yang rendah. Mereka memiliki sejumlah kompetensi tetapi mereka juga
kehilangan sejumlah motivasi awal tentang pekerjaan.
D3
menggambarkan karyawan yang memiliki kompetensi sedang hingga tinggi tetapi
tidak memiliki komitmen. Mereka pada dasarnya telah mengembangkan keterampilan
untuk jabatan, tetapi tidak yakin apakah mereka bisa menyelesaikan pekerjaan
itu sendiri.
Karyawan D4 adalah
karyawan dengan pengembangan tertinggi. Dia memiliki kompetensi dan komitmen
yang tinggi untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Mereka memiliki keterampilan
untuk melakukan pekerjaan dan memiliki motivasi untuk menyelesaikan pekerjaan
itu.
Pendekatan Kontingensi
Pendekatan
kontingensi disebut juga sebagai pendekatan situasional, sebagai teknik
manajemen yang paling baik dalam memberikan kontribusi untuk pencapaian sasaran
organisasi dan mungkin bervariasi dalam situasi atau lingkungan yang berbeda.
Faktor-faktor dalam situasi yang mempengaruhi tugas kepemimpinan difokuskan
pada:
1. Tuntutan
tugas.
2. Harapan dan
tingkah laku rekan setingkat.
3.
Karakteristik, harapan, dan tingkah laku karyawan.
4. Budaya organisasi
dan kebijakannya.[5]
Teori kontigensi
adalah teori kesesuaian pemimpin (Fiedler & Chemers, 1974), yang berarti
berusaha
menyesuaikan pemimpin dengan situasi yang tepat. Intinya, teori
kontigensi terkait dengan gaya dan situasi. Hal itu memberi kerangka kerja
untuk menyesuaikan pemimpin dengan situasi secara efektif.
1.
Gaya
kepemimpinan
Di
dalam kerangka kerja teori kontigensi, gaya kepemimpinan digambarkan sebagai
termotivasi tugas atau hubungan. Untuk mengukur gaya pemimpin, Fiedler
mengembangkan skala LPC (Least Preferred Coworker/rekan kerja yang paling tidak
dipilih). Pemimpin memiliki nilai tinggi di skala ini digambarkan sebagai
pemimpin yang termotivasi hubungan, dan mereka yang memiliki nilai rendah pada
skala tersebut diidetifikasi sebagai pemimpin yang termotivasi tugas.
2.
Variabel Situasional
Teori
kontigensi menyatakan bahwa situasi dapat dicirikan di dalam tiga faktor
berikut :
a. Hubungan pemimpin-pengikut,
mencakup suasana kelompok dan tingkat keyakinan, kesetiaan, dan daya tarik yang
dirasakan pengikut untuk pemimpin mereka.
b. Struktur tugas, adalah tingkatan
dimana tuntutan akan tugas jelas dan diutarakan. Suatu tugas dianggap
terstruktur ketika (a) tuntutan tugas diutarakan secara jelas dan diketahui
oleh orang-orang yang diminta untuk melakukan tugas itu, (b) pola penyelesaian
tugas memiliki sejumlah alternatif, (c) penyelesaian tugas bisa ditunjukkan
secara jelas, dan (d) hanya ada jumlah terbatas dari solusi yang tepat untuk
tugas itu.
c. Kekuatan posisi, adalah jumlah
otoritas yang dimiliki pemimpin untuk menghukum atau memberi imbalan pengikut.
Secara
bersama-sama, tiga faktor situasional ini menentukan kondisi yang disukai dari
beragam situasi dalam organisasi. Situasi yang dinilai paling disukai adalah
situasi yang memiliki hubungan bawahan-atasan yang baik, tugas yang ditentukan,
dan kekuatan posisi pemimpin yang kuat.[6]
[2] Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), hlm.120-121
[4] Ibid
[5] Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 130.
Komentar
Terimakasih..
Jangan lupa kunjungi juga
https://mrdonztime.blogspot.com/
Ciri Kuat Karakter Pemimpin Berpengaruh