Bhineka Bukan Ucapan di Mulut, Namun Bhineka di Hati
Kebhinekaan merupakan kenyataan yang tidak bisa dibantah
akan eksistensinya. Kebhinekaan telah dimaknai rakyat melalui multikulturalisme
yang berdasarkan spiritualitas. Perbedaan etnik, suku, ras, agama tidak jauh
dari sejarah terbentuknya Bhineka Tunggal Ika pemersatu rakyat.
Bhineka Tunggal Ika
merupakan semboyan yang diambil oleh Mpu Tantular dari konsep teologi Hindu yang
berbunyi Bhina Ika Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mengrawa yang artinya, berbeda
beda Dia, tapi satu adanya tak ada ajaran yang menduakannya. Dalam hal ini semboyan Bhineka Tunggal Ika
dijadikan pedoman guna merangkul
keberagaman yang terdapat di Negara kita Indonesia. Bhinneka pun dimasukkan kedalam salah satu pilar
kebangsaan (
UUD 1945, Pancasila,
dan NKRI
). Keempat pilar ini
dilahirkan dalam rangka memajukan Indonesia yang lebih baik. Selain itu, Bhineka merupakan hal yang penting yang tidak hanya
diucapkan di mulut saja namun harus dimaknai dengan hati. Di era modern ini
bhineka terasa luntur oleh pengaruh globalisasi yang masuk ke Indonesia. Oleh
karena itu, dalam menghadapi pengaruh globalisasi haruslah memiliki karakter
sebuah negara yang berdaulat. Karakter itulah ciri negara Indonesia. Namun, sebelum
Indonesia merdeka bapak pendiri bangsa ini membentuk suatu konsesus politik
yang membahas mengenai dasar negara Indonesia Merdeka. Konsesus tersebut
mengacu pidato Soekarno pada 1 Juni 1945 (sidang BPUPKI) yang beragenda rumusan
dasar negara yang sekarang kita kenal Pancasila.
Kebhinekaan bisa saja menjadi perpecahan yang terjadi
saat ini. Untuk itu peran Pancasila sangat dibuktuhkan. Pancasila digunakan sebagai
alat pemersatu bangsa Indonesia. Didalamnya terdapat elemen elemen penting yang
dapat membantu permasalahan yang dihadapi bangsa tercinta kita. Contoh saja
kasus yang masih hangat dan tidak asing kita dengar. Kasus Tolikara, kasus yang
melibatkan antar dua agama yang berbeda. Kasus yang ditengarai untuk
menciptakan dan mengusik kehidupan beragama secara sistematis. Faktanya massa
yang mengepung jamaah shalat Ied berasal dari tiga titik berbeda, dan Gereja
Injili di Indonesia berusaha menghalangi umat beragama lain untuk melakukan
ibadah serta menjalankan ajaran – ajaran agamanya. Kasus ini sudah menyimpang
sila ke-dua dalam Pancasila yakni KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB , yang
dimaksud dalam sila ini ialah mencipatakan kehidupan yang adil dan tidak
berbuat sewenang wenang. Hal ini membuktikan bahwa bhineka hanya sekedar ucapan
dan masyarakat belum memahami apa itu Pancasila.
Tidak hanya itu saja Pancasila yang kelahirannya
diperingati tiap tahun kini semangatnya meredup. Contoh yang sangat sederhana
saja di Jepang saat menyanyikan lagu kebangsaan mereka langsung berdiri tegap
dan menyanyikan dengan penuh hati serta serius, hal ini berbanding terbalik
dengan orang Indonesia, menyanyikan dengan tidak serius, tertawa bahkan tidak
ada rasa menghayati. Kurangnya nasionalisme lah yang menyebabkan hal
sesederhana ini dapat terjadi. Sebenarnya dengan ideologi tersebut diharapkan
dapat menyangga dan mengurangi goncangan sosial yang ditimbulkan oleh gelombang
kapitalisme.
Lalu bagaimana cara kita sebagai penerus bangsa untuk
menumbuhkan sikap nasionalisme dan bhineka bukan hanya sekedar diucapkan
dimulut namun, dihayati dan dilakukan dengan sepenuh hati ? Tentu saja kita
sebagai pelajar harus dapat merubah hal yang kini melanda NKRI dan tidak
mengikuti hal buruk yang sudah biasa dianggap masyarakat. Misal, kita sebagai belajar
bangun tidur tepat waktu; melaksanakan tata tertib yang ada di sekolah; saat
diadakan pemilihan OSIS gunakan hak pilih dengan sesakma bukannya golput; tidak
menyontek dan berusaha mengerjakan tugas sekolah semaksimal mungkin karena,
menyontek menandakan kita sebagai pemuda Indonesia yang tidak percaya diri dan
masih banyak lagi hal yang dapat menumbuhkan sikap nasionalisme lainnya.
Melihat hal ini kita sebagai penerus sekaligus tulang
punggung negara Indonesia, diharapkan dapat lebih mencintai kebhinekaan, dan
menghayati jatidiri bangsa Indonesia. Bukannya menambah kekacauan sosial yang
semakin menumpuk dan dapat mebumihanguskan secara perlahan NKRI. Saat ini yang
dibutuhkan bangsa ini adalah kelompok kelompok yang diisi oleh anak muda yang
memiliki pemikiran maju dalam upaya membangun nasionalisme dan menumbuhkan
sikap kebhinekaan. Dari pengalaman kehidupan dengan gagasan gagasan yang
dimiliki generasi muda harus mulai dipupuk, ditanam, dan disirami. Karena
dengan gagasan gagasan yang dimiliki dapat memperluas wacana kebhinekaan, dalam
jangka panjang dapat menumbuhkan sikap bhinneka dan eksistensinya semakin melejit.
Komentar